Laman

Kamis, 19 Mei 2016

Kisah Sukses Putra Putri Indonesia

"Memiliki Impian Untuk Menjadi Pengusaha Sejak Kecil Bukanlah Hal Yang Mustahil"



PUTRI SI CANTIK PENJUAL KOPI LUWAK LANANG
Berawal dari pengecer product makanan minuman dari warung, Theresia Deka Putri saat ini berhasil mengembangkan produk kopi sendiri. Kopi Luwak Lanang sudah menyebar sampai ke luar negeri. Omzet miliaran rupiah juga dapat direnggut dara 25 th. Melalui CV Karya Semesta, Putri, panggilan akrabnya, menghasilkan tiga merk kopi, yaitu Kopi Luwak Lanang, Kopi Lanang Landep, serta Kopi Gajah Hitam. Tidak terbatas di Jawa Timur, pemasaran product kopi itu sudah meluas sampai ke sebagian negara, seperti Taiwan, Korea, China, Jepang, Thailand, Malaysia sampai Polandia.
Putri memanglah bukan hanya orang baru didunia usaha. Sedari sekolah, ia sudah mengasah kekuatan bisnisnya dengan berjualan sepatu, baju, serta product fashion lain. Sama dengan usianya, saat itu, customer Putri cuma teman-teman sekolah serta tetangga di lebih kurang huniannya. Putri mulai merambah product makanan serta minuman, seperti kopi serta teh. Ia memperoleh keyakinan dari produsen untuk memegang satu tim di lokasi Jawa Timur. Kegigihan serta keuletan juga membawanya terus maju. Putri betul-betul kuasai jaringan warung-warung kopi yg ada di kota serta kabupaten lain di Jawa Timur.Tidak cuma tinggal diam pasarkan product orang lain, Putri mulai memikirkan untuk bikin product sendiri. Rekanan yg kuat dengan beberapa yang memiliki warung kopi jadi modal pertamanya untuk terjun ke usaha kopi.
Karena telah mempunyai jaringan pemasaran yg kuat, Putri yakin diri untuk membangun usaha ini. Untuk memperoleh keperluan biji kopi, ia menjalin kemitraan dengan sebagian petani kopi yg ada di Bondowoso serta Malang. Ia sendiri juga mempunyai kebun kopi seluas empat hektare.
Walau telah mempunyai product sendiri, Putri terus menjual product minuman dari produsen yang lain. Tak hanya untuk menambah keuntungan, ia mengantisipasi jika ada pelanggan yg inginkan product yang lain.
Setelah itu, ia juga membuat segmentasi product. Kopi Gajah Hitam yaitu product yg menyasar kelompok umur menengah bawah atau masuk ke warung-warung. Dua merk lain, Kopi Luwak Lanang serta Kopi Lanang Landep adalah product untuk pasar menengah atas. “Kopi Luwak Lanang senantiasa habis dipesan oleh pelanggan diluar negeri, ” tutur Putri. Demikianlah juga untuk kopi merk Lanang Landep. Ia cuma memakai biji-biji kopi tunggal (pearberry), atau yg kerap dikatakan sebagai biji kopi lanang. Biji kopi tunggal tersebut didapat melewati sistem penyortiran. Diluar ketiga product tersebut, Putri juga penuhi pesanan kopi sama dengan hasrat pelanggannya. 


NICHOLAS KURNIAWAN SUKSES DALAM BIDANG PENJUALAN IKAN HIAS
Nicholas Kurniawan, seorang pengusaha muda dari Jakarta yang masih berusia 21 tahun tapi mampu menghasilkan omzet ratusan juta rupiah per bulan dengan perkerjaannya sebagai  eksporter ikan hias. Mungkin banyak orang yang mengatakan kalau Nicholas bisa menjadi pengusaha muda yang sukses karena dia beruntung,  tapi kenyataannya banyak hal yang harus dihadapi oleh Nicholas sebelum mencapai kesuksesannya seperti sekarang.
Nicholas Kurniawan dibesarkan dalam keluarga yang sempura meskipun kurang berkecupan. Kedua orang tuanya terpaksa mencari hutangan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Penghasilan yang dihasilkan oleh kedua orang tua Nicholas digunakan untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Melihat orang tuanya sering dipermalukan karena hutang yang mereka tanggung, Nicholas kecil bertekad untuk menjadi orang sukses.
Sejak kecil, Nicholas sudah terbiasa untuk berjualan makanan, minuman, pakaian, dan masih banyak lagi dan semuanya tidak berakhir baik. Nicholas tidak mau mengatakan kalau dirinya pernah gagal, melainkan dia belum menemukan cara yang tepat untuk mencapai kesuksesan. Saat berusia 17 tahun, seorang teman memberikannya sepaket ikan Garra Rufa, ikan terapi. Nicholas tidak memiliki minat untuk memeliharanya, dan otak bisnisnya mulai muncul untuk menjualnya. Maka, dia mulai membuka FJB Kaskus dan membuat akun disana. Hanya dalam beberapa jam, ikan miliknya berhasil terjual dan banyak orang yang menawarnya. Melihat minat orang yang besar, maka Nicholas bertanya kepada temannya dimana dia membeli ikan itu dan akhirnya Ia menemuka supplier. Nicholas menjual ikan – ikan itu di Kaskus dan mendapatkan untung 2 hingga 3 juta rupiah per bulan.
Pada umur yang sama, Nicholas menginginkan masuk kuliah yang memerlukan uang yang tidak sedikit dan Nicholas tidak mungkin meminta uang tersebut dari orang tuanya. Maka, dia memiliki target untuk mendapatkan 10 juta per bulan. Nicholas memiliki ide untuk mengekspor ikan. Nicholas mencoba berkerja sama dengan para eksporter tapi tidak ada yang berhasil karena faktor usia yang masih tergolong muda. Bahkan saking seriusnya, Nicholas meneliti website perusahaan besar dan mencoba mencontohnya. Selain itu Ia juga mencoba mencari tahu tentang shipment.
Berkat usahanya yang serius dan kefokusannya, Nicholas mendapatkan kepercayaan dari seorang pengusaha. Ia memesan sebanyak 10.000 ekor ikan garra rufa untuk dikirim ke Medan. Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena ada beberapa kesulitan untuk mengirim ke Medan sehingga akhirnya orderan itu dibatalkan. Ikan sebanyak 10.000 mati satu persatu karena Nicholas tidak memiliki peralatan untuk menampung ikan sebanyak itu dan Nicholas harus menanggung kerugian yang cukup besar.
Nicholas tidak langsung menyerah ketika Ia mendapatkan kegagalan pertama. Ia tetap berusaha fokus dengan perkerjaan yang amat disukainya itu. Saat keadaan yang mulai tenang, Nicholas mendapatkan kembali orderan dari orang Medan untuk mengekspor ikan pergi ke luar negri tapi menggunakan nama perusahaannya. Setelah itu, nama Nicholas mulai dikenal oleh pengusaha dalam negri maupun luar negri.
Suatu saat, setelah setengah jalan menjalani usaha – Nicholas terkena tipu oleh partnernya.Uang yang selama ini Ia kumpulkan dengan susah payah untuk masuk ke universitas favoritnya, habis hanya dalam waktu semalam. Tapi, ternyata kesialan itu malah menjadi berkat bagi Nicholas. Banyak para customer di luar negri yang terkena tipu oleh mantan partner Nicholas akhirnya mempercayakan kepartneran mereka kepada Nicholas. Orang–orang tersebut mengambil ikan langsung dari Nicholas.

 

HAMZAH IZZULHAQ PEMUDA YANG SUKSES DENGAN BISNIS WARALABA

Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria kelahiran Jakarta ini sukes mengembangkan bisnis bimbingan belajar dan sofabed, dan semuanya berangkat dari pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di bangku SD. Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan.Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis.  Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar biaya tsb dapat dibayar melalui 2 tahap. Mitra bisnisnya menyetujuinya.
Hamzah memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya.Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman kepada Hamzah sebagai modal investasi. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras.

Sebagai seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3 lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester. Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6 bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta.  Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.aPwmPkyw.dpuf
Sebagai seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3 lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester. Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6 bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta.  Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.aPwmPkyw.dpuf
Sebagai seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3 lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester. Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6 bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta.  Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf
Sebagai seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3 lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester. Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6 bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta.  Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf
Sebagai seorang wirausahawan, Hamzah Izzulhaq, usianya masih relatif muda. Pria kelahiran Jakarta 26 April 1993 ini sukes mengembangkan bisnis bimbingan belajar (bimbel) dan sofabed, dan semuanya berangkat dari pengalaman Hamzah berbisnis yang sudah ia mulai tekuni semenjak duduk di bangku SD. Bayangkan, ketika baru lulus SMA dia sudah memegang 3 lisensi lembaga bimbingan belajar dengan omzet Rp 360 juta per semester. Dari omzet tersebut, Hamzah meraub laba kisaran Rp 180 juta per 6 bulan.
Kesuksesan direktur CV Hamasa ini dibangun melalui proses panjang. Hamzah sudah belajar berbisnis sejak SD. ketika itu dia menjual berbagai macam permainan seperti kelereng, petasan, serta permainan lain yang disenangi anak-anak. Ketika dia di SMA, dia berbisnis pulsa dan buku–buku. Untuk bisnis buku, dia bekerjasama dengan pamannya yang kebetulan punya toko buku yang cukup besar. Dari sang paman, Hamzah diberi diskon 30 %. Lalu buku-buku tersebut dia jual kepada teman-temannya satu sekolah dengan diskon 10 %. Berarti Hamzah memperoleh keuntungan 20 % dari buku yang laku terjual.
Keuntungan dari bisnis buku dan pulsanya cukup lumayan, Hamzah meraup laba Rp 950 ribu. Hasil jerih payah tersebut sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa yang operasionalnya diserahkan kepada teman SMP nya. Hamzah hanya menaruh modal, sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai untuk kepentingan pribadi sang teman, tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Hamzah rugi dan bisnis pulsa yang baru berjalan 3 bulan itu lantas ditutup. Namun, dia tak patah arang dan terus belajar, mempelajari kiat=-kiat bisnis untuk tetap bisa mengobarkan semangat kewirausahaan Hamzah, salah satu sumber semangat dia peroleh dari biografi para pengsuaha-pengusaha besar.
Dengan api semangat yang baru, lalu ia bangkit dengan bisnis yang baru. Hamzah kemudian berjualan roti dan snack. Keuntungan yang diraup dari bisnis barunya itu lumayan besar, Rp 5 juta. Di saat dagang roti dan snack sudah menemui mulai berjalan dengan lancar, dia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise (waralaba) bimbel dengan harga yang cukup fantastis, Rp 175 juta.  Hamzah sangat tertarik, namun sayangnya dia tidak memiliki modal yang cukup untuk dapat memiliki waralaba tersebut. Hamzah tak kurang akal, dia putar otak dan dia menawar agar Rp 175 juta dapat dibayar melalui 2 tahap. Pertama Rp 75 juta, lalu sisanya, Rp 100 juta, dibayar setelah usaha berjalan. Mitra bisnisnya menyetujuinya, sekarang tinggal giliran Hamzah yang pening, bagaimana agar bisa punya uang Rp 75 juta untuk uang muka. karena dia hanya pegang uang cash Rp 5 juta.
Hamzaha memberanikan diri untuk mencari pinjaman dari orang tuanya, sebesar Rp 70 juta. Kebetulan, ayahnya adalah seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, dimana beliau memiliki tabungan yang awal rencanany akan dibelikan mobil. Hamzah memberikan presentasi mengenai waralaba yang dia ingin peroleh dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa bisnis bimbel yang akan dia jalani memiliki prospek yang bagus. Ayahnya pun luluh, lalu memberi pinjaman Rp 70 juta kepada Hamzah sebagai modal investasi. Maka lengkap sudah uang Rp 75 juta ada di genggamananya. Hamzah tak salah hitung. bisnis bimbel berjalan pesat.
Walau sudah mendulang kesuksessan besar dengan bisnis bimbelnya, Hamzah tak puas dan mulai melirik peluang lain. Dia menangkap potensi bisnis sofabed. Ceruk bisnis sofabed lumayan dalam, dan Hamzah melihat adanya potensi yang masih bisa di garap. Dia tertarik menekuni dengan cara membeli perusahaan sofabed milik orang lain yang saat itu baru jalan 3 bulan. Keberaniannya berbuah manis. perusahaan barunya itu perlahan tapi pasti bergerak maju. Dalam tempo tak terlalu lama, rezeki dari sofabed pun mengalir deras. Kini sofabed produksi Hamzah rata-rata beromzet Rp 160 juta perbulan.
- See more at: http://www.letsdoit.co.id/dari-sd-sudah-berwirausaha-kesuksessan-hamzah-izzulhaq#sthash.roZBAK9j.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar